Prinsip Perkembangan Psikologis
Tujuan Vygotsky adalah menciptakan psikologi yang secara teoritis dan metodologist sederajat dengan tugas meneliti karakteristik manusia yang unik.
Asumsi Dasar.
Ada 3 bidang yang membentuk
landasan analisis vygotsky terhadap perkembangan
kapabilitas menta manusia. Bidang yang dimaksud antara lain:
-
Hakikat
kecerdasan manusia
Peneliti
lainnya terutama peneliti behavioral subjek penelitian yang sering digunakan
akan hewan dan menganggap bahwa hasil penelitian terhadap hewan tersebut akan
sama dengan hasil penelitian terhadap manusi secara langsung. Vygotsky
menentang hal ini dengan menyatakan bahwa hewan dan manusi tidak dapat
disamakan karena tidakan hewan yang terstruktur tidak selalu merupakan tindakan
intelektual. Berbeda dengan manusia yang memang berperilaku berdasarkan
intelektualnya.
Pandangan
Vygotsky dipengaruhi oleh 3 filsuf. Yang pertama Spinoza yang menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk rasional dan secara bertahap menguasai pikirannya
sendiri. Yang kedua adalah Hegel. Materi sebagai dasar eksistensi dianggap merupakan
Sesuatu yang absolute dan tidak berubah. Sebaliknya hegel menyatakan bahwa
materi selalu dipengaruhi oleh factor lain seperti proses, perubahan atau
perkembangan yang terus terjadi. Tekhir adalah Carl Max yang menyatakan bahwa
manusia mnciptakan kultur yang beragam dimana alat untuk memandang dunia
sebagai objek dan subjek yang bertindak. Alat kerja adalah factor penting dalam
mengubah sifat manusia
-
. Konsep
“perangkat psikologis”
Terdapat
masalah pandangan tentang alat sebagai instrument penelitian. Dalam hal ini
vygotsky menyatakan bahwa alat yang dimaksud adalah tanda dan symbol. Alat
psikologis ini melahirkan transformasi kesadaran manusia yang menjadi alat
untuk mengarahkan pikiran dan mengubah proses berpikir manusia
Teori Belajar Vygotsky
Pandangan yang mampu mengakomodasi sociocultural-revolution
dalam teori belajar dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia
mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar
sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran seseorang
bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada
kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya, dari
interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya (Moll &
Greenberg, 1990). Peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang berasal
dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan dari individu itu
sendiri. Interaksi sosial demikian antara lain berkaitan erat dengan
aktivitas-aktivitas dan bahasa yang dipergunakan. Kunci utama untuk
memahami proses-proses sosial dan psikologis manusia adalah tanda-tanda
atau lambang yang berfungsi sebagai mediator (Wertsch, 1990).
Tanda-tanda atau lambang tersebut merupakan produk dari lingkungan
sosio-kultural di mana seseorang berada.
Mekanisme teori yang digunakannya untuk menspesifikasi hubungan
antara pendekatan sosio-kultural dan pemfungsian mental didasarkan pada
tema mediasi semiotik, yang artinya adalah tanda-tanda atau
lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi
sebagai penengah antara rasionalitas dalam pendekatan sosio-kultural dan
manusia sebagai tempat berlangsungnya proses mental (Moll, 1994).
Atas dasar pemikiran Vygotsky, Moll dan Greenberg (dalam Moll, 1994)
melakukan studi etnografi dan menemukan adanya jaringan-jaringan erat,
luas, dan kompleks di dalam dan di antara keluarga-keluarga.
Jaringan-jaringan tersebut berkembang atas dasar confianza yang
membentuk kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran
pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak
memperoleh berbagai pengetahuan dan ketrampilan melalui interaksi sosial
sehari-hari. Mereka terlibat secara aktif dalam interaksi sosial dalam
keluarga untuk memperoleh dan juga menyebarkan pengetahuan-pengetahuan
yang telah dimiliki. Ada suatu kerja sama di antara anggota keluarga
dalam interaksi tersebut.
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi
kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya
bersifat derivatif atau merupakan turunan dan besifat skunder
(Palincsar, Wertsch & Tulviste, dalam Supratiknya, 2002). Artinya,
pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari
sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa
individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky
juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi
pengetahuannya. Maka teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut
dengan pendekatan kokonstruktivisme. Maksudnya, perkembangan
kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara
aktif, juga oleh lingkungan sosial yang aktif pula.
Konsep-konsep penting teori sosiogenesis Vygotsky tentang
perkembangan kognitif yang sesuai dengan revolusi-sosiokultural dalam
teori belajar dan pembelajaran adalah hukum genetik tentang perkembangan
(genetic law of development), zona perkembangan proksimal (zone of proximal development), dan mediasi.
- Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan
berkembang melewati dua tataran, yaitu tataran sosial tempat orang-orang
membentuk lingkungan sosialnya (dapat dikategorikan sebagai
interpsikologis atau intermental), dan tataran psikologis di dalam diri
orang yang bersangkutan (dapat dikategorikan sebagai intrapsikologis
atau intramental). Pandangan teori ini menempatkan intermental atau
lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap
pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang.
Dikatakannya bahwa fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi dalam diri
seseorang akan muncul dan berasal dari kehidupan sosialnya. Sementara
itu fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang
tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap
proses-proses sosial tersebut.
Pada mulanya anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial tertentu tanpa
memahami maknanya. Pemaknaan atau konstruksi pengetahuan baru muncul
atau terjadi melalui proses internalisasi. Namun internalisasi yang
dimaksud oleh Vygotsky bersifat transformatif, yaitu mampu memunculkan
perubahan dan perkembangan yang tidak sekedar berupa transfer atau
pengalihan. Maka belajar dan berkembang merupakan satu kesatuan dan
saling menentukan.
- Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Vygotsky juga mengemukakan konsepnya tentang Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development).
Menurutnya, perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam
dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan
potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang
untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara
mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan intramental. Sedangkan tingkat
perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk
menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah
bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya
yang lebih kompeten. Ini disebut sebagai kemampuan intermental. Jarak
antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal.
Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau
kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada proses
pematangan. Ibaratnya sebagai embrio, kuncup atau bunga, yang belum
menjadi buah. Tunas-tunas perkembangan ini akan menjadi matang melalui
interaksinya dengan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya
yang lebih kompeten. Untuk menafsirkan konsep zona perkembangan
proksimal ini dengan menggunakan scaffolding interpretation,
yaitu memandang zona perkembangan proksimal sebagai perancah, sejenis
wilayah penyangga atau batu loncatan untuk mencapai taraf perkembangan
yang semakin tinggi.
Gagasan Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal ini mendasari
perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas
dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci
yang perlu dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat
interdependen atau saling terkait, perkembangan kemampuan seseorang
bersifat context dependent atau tidak dapat dipisahkan dari
konteks sosial, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar adalah
partisipasi dalam kegiatan sosial.
Berpijak pada konsep zona perkembangan proksimal, maka sebelum
terjadi internalisasi dalam diri anak, atau sebelum kemampuan
intramental terbentuk, anak perlu dibantu dalam proses belajarnya. Orang
dewasa dan/atau teman sebaya yang lebih kompeten perlu membantu dengan
berbagai cara seperti memberikan contoh, memberikan feedback, menarik kesimpulan, dan sebagainya dalam rangka perkembangan kemampuannya.
Menurut Vygotsky, kunci utama untuk memahami proses-proses sosial dan
psikologis adalah tanda-tanda atau lambang-lambang yang berfungsi
sebagai mediator. Tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut merupakan
produk dari lingkungan sosio-kultural di mana seseorang berada. Semua
perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan
psychological tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika.
Dalam kegiatan pembelajaran, anak dibimbing oleh orang dewasa atau
oleh teman sebaya yang lebih kompeten untuk memahami alat-alat semiotik
ini. Anak mengalami proses internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini
berfungsi sebagai mediator bagi proses-proses psikologis lebih lanjut
dalam diri anak. Mekanisme hubungan antara pendekatan sosio-kultural
dan fungsi-fungsi mental didasari oleh tema mediasi semiotik, artinya
tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang terkandung di
dalamnya berfungsi sebagai penghubung antara rasionalitas sosio-kultural
(intermental) dengan individu sebagai tempat berlangsungnya proses
mental (intramental) (Wertsch, 1990). Ada beberapa elemen yang
dikemukakan oleh Bakhtin untuk memperluas pendapat Vygotsky.
Elemen-elemen tersebut terdiri dari ucapan, bunyi suara, tipe percakapan
sosial dan dialog, di mana secara kontekstual elemen-elemen tersebut
berada dalam batasan sejarah, kelembagaan, budaya dan faktor-faktor
individu.
APLIKASI PENDIDIKAN
Dua program untuk mengajari membaca bagi pembaca yang lemah
merefleksikan konsep Vygotsky tentang kolaborasi siswa,guru, pemodelan
guru dan imitasi, serta abstraksi makna dari simbol. Yang pertama adalah
Reading Recovery, yang didesain oleh Marie Clay (1985) untuk
anak kelas satu yang belum menguasai proses membaca di kelas reguler.
Yang lainnya adalah pengajaran resiprokal, yang dikembangkan oleh
Palinscar Brown untuk mengajar strategi pemahaman pada anak yang
memiliki masalah membaca. Anak belajar menilai secara subjektif yang
artinya penting untuk memantau apakah mereka sudah memahami teks atau
belum.
Prinsip Vygotsky setidaknya mengandung dua implikasi penting lainnya. Pertama, makna lambang dan simbol yang digunakan dalam kultur bukan kebetulan. Kedua,
teori ini juga memandang masyarakat secara umum sebagai kultur yang
berusaha memahami implikasi dari masyarakat berbasi media. Teori ini
membuktikan latar sosiokultural dimana anak belajar dari orang dewasa
sebagai asal muasal perkembangan kognitif dan belajar. Karena itu,
karakteristik pemelajar, proses kognitif dan konteks untuk belajar
semuanya dilihat dari persfektif tersebut.
Perbedaan dan kesiapan individual adalah dua isu yang dibahas
Vygotsky dalam teorinya, cara individu menggunakan kapasitasnya, yakni
peran mereka dalam personalitas, merupakan faktor penting dalam
menentukan perbedaan individual. Vygotsky juga percaya bahwa perasaan
subjektif mengatur perilaku, tetapi mekanisme regulasi ini belum
dikembangkan.
Maka, "transfer" menurut pandangan Vygotsky adalah pergeseran
kualitatif antara tindakan antar-individual dan internalisasi tindakan
itu sebagai fungsi intelektual yang kompleks. Proses panjang ini terdiri
dari tiga tahap utama, yaitu :
- Penggunaan sistem simbol sebagai komunikasi
- Penggunaan sistem simbol untuk memandu proses mental yang sedang berkembang
- Pengembagan petunjuk atau isyarat internak dan lambang untuk memonitor dan mengatur ingatan dan pemikiran seseorang.
sumber: Gredler, Margaret.E., 2011., Learning and instruction, teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana